Sanghyang Poek : Ada Berlian di Kegelapan Tuhan Zaman Purba

Sanghyang Tikoro dan Sanghyang Poek seperti anak dan ibu yang tak pernah bisa terpisahkan, sedarah sepenangggungan. Jika berwisata men...


Sanghyang Tikoro dan Sanghyang Poek seperti anak dan ibu yang tak pernah bisa terpisahkan, sedarah sepenangggungan. Jika berwisata menikmati Sanghyang Tikoro tanpa mengunjungi Sanghyang Poek bagai sayur tanpa garam, karena jaraknya cukup dekat karena air sungainya mengalir dalam satu aliran.

Usai menikmati panorama Sanghyang Tikoro, saya bersama teman-teman bolang yang bertemu di tempat parkiran Waduk PLTA Saguling menuju sungai Sanghyang Poek yang jaraknya sangat dekat. Hanya membutuhkan waktu lima sampai sepuluh menit menuju lokasi tersebut dengan berjalan kaki melewati jalan berbatu dan pepohonanan rindang. 

Sanghyang Poek dalam bahasa Indonesia memiliki arti Tuhan Kegelapan, Sanghyang bermakna Tuhan atau Dewa, sedangkan Poek dalam bahasa Sunda berarti Gelap. Wajar jika masyarakat setempat menamai Gua Kegelapan karena ketika kita melewati jalan setapak di sana harus melewati gua purbakala yang sangat gelap dan lembab. 

Menurut cerita legenda, sungai yang merupakan jejak Sungai Citarum Purba ini merupakan tempat murkanya Sangkuriang lantaran gagal dalam membuat bendungan yang diminta ibunya Dayang Sumbi. Sama seperti Sanghyang Tikoro, di sana juga kerap dijadikan tempat orang melakukan ritual pesugihan maupun tempat mencari Kembang Jaksi yakni kembang milik Dayang Sumbi agar bisa awet muda. 

Saking percayanya, ada banyak orang sepulang bertapa untuk menginginkan Kembang Jaksi menjadi bodoh atau seperti orang bingung. Karena, memang tidak diketahui Kembang Jaksi itu seperti apa dan di mana bisa diperoleh.

Pada saat memasuki gua itu, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan stalaknit dan stalakmit berbentuk miring hasil proses alam. Batuan besar tersebut bukan dibentuk oleh tangan manusia tetapi telah terbentuk secara alami dari pelarutan alamiah.

Ketika masuk ke dalam gua, kita tidak akan bisa menikmati keindahannya yang ada hanya gelap gulita. Butuh senter untuk masuk ke dalam gua tersebut, agar melihat keindahan batu alam yang berkilau-kilau saat terkena cahaya layangnya logam emas maupun perak. Senter dibutuhkan untuk mengetahui arah yang akan kita susuri menuju arah keluar gua. Setelah di luar, mata kita akan disegarkan dengan aliran sungai dengan bebatuan putih sejenis batu gamping yang berada di sepanjang sungai. Bentuk batunya sangat unik dan lokasi tepat untuk para pecinta fotografi, karena di sana banyak terdapat spot menarik yang sayang jika tidak diabadikan.



Ketika saya berada di tempat ini hanya ada segelintir orang, teman-teman dari pencinta alam UIN Bandung dan saya. Karena, kami menuju lokasi pada hari kerja, jika datang pada saat hari libur sepanjang sungai akan dipadati orang yang berwisata dan itu akan membuat pemandangan Sanghyang Poek kurang istimewa.

Hal menarik lainnya adalah, saat saya mengunjungi tempat ini aliran sungainya tidak begitu deras dan airnya tidak terlalu tinggi sehingga dapat dipijak. Itu disebabkan karena kemarau panjang dan belum turun hujan di Jawa Barat. Jadi, mata saya dimanjakan dengan bentuk-bentuk batu karst dengan bentuk-bentuk yang mengesankan. Meski cuaca panas, saya rela berdiri di atas batu alam untuk mengabadikan tempat paling syurga yang pernah saya kunjungi. 

Menuju lokasi

Akses menuju Sanghyang Poek sama persis seperti arah jalan ke Sanghyang Tikoro dari Bandung Kota-Cimahi-Padalarang-Raja Mandala-Cipatat. Jika Anda sudah bertemu Sungai Sanghyang Tikoro, cukup berjalan kaki sekira 5 sampi 10 menit melewati Power House PLTA Waduk Saguling. Di sisi jalan Anda akan bertemu hutan dengan pepohonan yang rimbun dan jalan berbatu tajam.

Yang perlu diperhatikan adalah ketika menuju Gua Purbakala Sanghyang Poek untuk tidak merusak atau menulis-nulis di bebatuan. Karena, hal itu akan merusak keindahan alam Sungai Sanghyang Poek.

Saya sangat bersyukur bisa menginjakkan kaki ke gua purba milik Dewa itu. Bisa menikmati keindahan alamnya dan bercengkrama dengan bisikan angin serta aliran air yang mengalir sangat bersahabat. Tugas kita saat ini menjaga dan melestarikan kekayaan alam di tanah pasundan bukan malah merusak!


0 komentar: