Bertamu ke Rumah Orang Sunda Pertama di Gua Pawon

Tempat wisata lainnya yang wajib dikunjungi saat berada di Bandung, Jawa Barat adalah Guha Pawon. Di sini penikmat keindahan alam ...



Tempat wisata lainnya yang wajib dikunjungi saat berada di Bandung, Jawa Barat adalah Guha Pawon. Di sini penikmat keindahan alam akan merasakan denyut nadi manusia Pasundan pertama zaman purbakala yang tinggal di Kota Kembang.

Perjalanan saya selanjutnya adalah ke tempat situs purbakala Gua Pawon yang terkenal di Kota Bandung, tepatnya di daerah Raja Mandala, Cimahi, Bandung Barat, Jawa Barat. Semula, saya ingin ke Danau Situ Ciburuy yang jaraknya dekat dengan Bandung Kota dan tidak berniat ke tempat ini. Setelah bertanya kepada mamang tukang Nasi Kuning pinggir jalan mengenai arah jalan menuju Situ Ciburuy, dia menyarankan sebaiknya mampir ke Guha Pawon, karena saat ini Situ Ciburuy sudah tak seindah dahulu. Menurutnya, jika saya ke Guha Pawon, tidak hanya pemandangan indah yang bakal saya dapatkan melainkan ilmu pengetahuan baru tentang sejarah zaman purbakala yang ada di Bandung.

Tanpa berpikir panjang, saya akhirnya mengikuti arahannya. Perjalanan dari warung si mamang ke Gua Pawon hanya sekitar 45 menit dan tepat pukul 09.00 WIB saya tiba di lokasi. Pada saat itu, belum ada pengunjung yang datang, mungkin bisa dibilang saya tamu pertama yang tiba di sana. Sambil menunggu tamu lainnya datang dari tempat parkiran motor saya membaca artike yang tertera di papan informasi untuk mengetahui sejarah Gua Pawon itu. 

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada seorang pria berkulit hitam menghampiri saya dan baru membuka pintu masuk Guha Pawon sambil memegang sapu lidi yang diselipkan di ketiaknya. Lantas, pria itu langsung mempersilahkan saya untuk masuk ke dalam gua,"sendirian aja, neng? enggak sama teman?," tanyanya. "Tidak 'A, saya memang hobi ngebolang sendirian," jawabku sambil tersenyum kepadanya.

Dia menyarankan, sebaiknya datang ke Gua Pawon pada saat matahari terbenam. Sebab, siang hari tidak begitu bagus, banyak aktivitas pabrik yang merusak pemandangan serta hawa panas akan membakar tubuh kita. Selain itu, di sore hari dari atas gua mata kita akan dimanjakan dengan hamparan keindahan panorama alam Bandung Barat dan bisa mampir ke Stone Garden mirip Stonehenge di luar negeri.

Sambil berjalan menuju ke dalam gua, selang beberapa menit tamu baru dari Bandung datang. Beruntung ada teman yang akan masuk ke dalam gua, karena saya agak khawatir, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika sendirian di dalam gua. 

Kami akhirnya berkenalan. Sepasang pemuda-pemudi itu merupakan aktivitis peduli situs purbakala. Dia menceritakan berbagai aktivitasnya kepada saya, meminta saya untuk turut serta menjaga kearifan lokal terutama situs-situs purbakala yang saat ini tidak mendapatkan perhatian penuh oleh pemerintah.

Setelah berbincang panjang lebar sambil berjalan ke dalam goa, tibalah saya di pintu utama Gua Pawon. Karena saya penakut, akhirnya mempersilahkan meraka untuk masuk duluan. 

Tiga meter dari mulut Gua Pawon, aroma tak sedap langsung menyergap alat penciuman saya. Baunya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, mungkin seperti ini kalimat yang tepat untuk menjelaskan aroma yang saya cium ketika masuk Gua Pawon ; bau air kencing ditambah bau kotoran tikus yang sudah lama di dalam air dengan lumut hijau lembab, begitulah, bayangkan sendiri.

Tetapi, bau tak sedap itu lantas hilang saat melihat batuan besar dengan tekstur yang tak beraturan seperti karang di dasar lautan. Gua Pawon tidak seperti gua-gua lain, yang letaknya di dalam perut bumi. Untuk mencapainya, kita harus menaiki sekira 50 lebih step ladder yang telah disediakan oleh masyarakat. Sebab Gua Pawon merupakan sebuah gunung besar yang terbuat dari batuan alam, 600 meter di atas permukaan laut.

Untuk melihat keindahan panorama batuan fosfat dan kapur itu, kita harus sedikit bersabar. Di samping karena baunya yang kurang sedap, kita juga harus merunduk-runduk untuk dapat masuk ke dalam gua. Namun setelahnya, Anda akan leluasa berdiri tegak sambil melihat puluhan kelelawar beterbangan ke sana kemari dan bisa memandangi Desa Citatah dari atas.


Menurut cerita penduduk setempat, Gua Pawon merupakan jantungnya Jawa Barat atau dengan kata lain sejarah Pasundan berasal dari gua ini. Sebab, di Gua Pawon untuk pertama kalinya ditemukan kerangka manusia purba yang diyakini merupakan orang Sunda pertama di Jawa Barat.

Kalau kata teman baru saya itu, dulunya Bandung merupakan laut besar dan Gua Pawon ini merupakan salah satu coral terbesarnya. Jika dilihat dari bentuk batunya, memang seperti karang di laut, kemudian dia menjelaskan lagi bahwa di sini tempat singgah manusia-manusia purba zaman Megalitikum.

Untuk memastikan ucapannya, saya akhirnya mencari tahu lewat dunia maya ihwal Guha Pawon. Disitat dari laman Sebandung.com, saya mendapatkan jawaban ilmiah berdasarkan penelitian ahli sejarah.

"Berdasarkan hasil survey G.H.R. Von Koenigswald dan A.C. De Yong yang dilakukan dari tahun 1930 hingga 1935 diasumsikan letak gua ini ada di tepi Danau Bandung Purba. Di sini juga banyak ditemukan berbagai peralatan zaman purba yang terbuat dari bahan kalsidon, obsidian, rijang, kwarsit, dan andesit yang berbentuk gelang batu, anak panah, penyerut, pisau, dan batu asah yang berasal dari zaman Preneolitik. Di gua ini juga banya ditemukan berbagai artefak zaman purbakala seperti gerabak, alat perhiasan, spatula, dan sebagainya. Pada zaman ini manusia sudah mulai hidup secara menetap di ceruk atau gua-gua di perbukitan."

Tidak hanya itu, Guha Pawon juga ada kaitannya dengan mitologi Sangkuriang. Di ruang utama Gua Pawon, warga meyakini sebagai tempat memasak atau dapurnya Dayang Sumbi, ibunda dari Sangkuriang. Dahulu kala, Ibu Dewi Dayang Sumbi sering membuatkan makanan untuk suaminya Tumang dan Sangkuriang di tempat tersebut. Percaya atau tidak, itu urusan belakangan yang penting bisa datang dan menyaksikan keajaiban ciptaan Tuhan, sudah cukup.


Puas melihat bagian tengah Guha yang besar dan dipenuhi kelelawar itu, saya akhirnya mendaki ke atas Gua, di mana terdapat artefak manusia purba-tiruan, yang asli sudah diamankan di museum-dan ditutupi pagar besi oleh pihak pengelola. Artefak itu dipercaya sebagai manusia pasundan pertama yang ada di Jawa Barat.

Tepat di depan ruang artefak itu, terdapat ruang sedikit lebar dengan batuan yang menjulang ke langit. Jika memiliki jiwa pemberani, Anda bisa memanjat batunya untuk dapat menjelajahi gua berikutnya dan menyaksikan pemandangan pabrik-pabrik batu kapur di sekelilingnya.

Teman baru saya itu menceritakan, bahwa Gua Pawon ini diambang kehancuran. Pasalnya, pabrik-pabrik batu alam telah menghancurkan tebing-tebing serta pegunungan di kiri dan kanan gua, untuk mengambil kapur dan batuan lainnya. Miris, melihat situs zaman purbakala yang sudah tak terawat ditambah lagi dengan adanya pengerukan batu yang mengancam Gua Pawon.

Jika pemerintah kota Bandung, perhatian dengan situs purbakala ini, tentunya tidak akan ada lagi pabrik-pabrik yang menggerus batuan alam dan para peminat sejarah dari berbagai daerah akan datang untuk ikut melestarikan Gua Pawon. Saya beruntung bisa melihat langsung tempat ini, mungkin sepuluh tahun yang akan datang, Gua Pawon sudah rata dengan tanah, karena telah dimakan oleh kerakusan pengusaha batu alam dengan menjadikan batuannya sebagai mata pencaharian. 

Saya rasa, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan harus segera bertindak cepat menyelamatkan peninggalan zaman Megalitikum itu, agar tidak hancur dikeruk batunya oleh para pengusaha. 

Ditambah lagi, tidak adanya penjagaan ketat di seputar lokasi oleh penduduk sekitar. Bisa jadi, banyak orang yang datang usil menggali tanah yang berada di dalam gua tersebut dan mendapatkan barang berharga peninggalan zaman purba tanpa memberitahu pemerintah setempat, ini akan membahayakan bagi perkembangan sejarah purbakala ke depan. Sebab, ahli sejarah atau peneliti sejarah belum banyak melakukan eksavasi di Gua Pawon.



Perjalanan menuju Gua Pawon

Tidak sulit untuk menuju lokasi Gua Pawon. Dari Bandung Kota, kita dapat mengambil akses menuju Cimahi, Padalarang hingga Jalan Raja Mandala sampai ke Cipatat. Jaraknya dari Bandung ke Gua Pawon hanya sekitar 25 hingga 30km dan bisa ditempuh dengan berbagai kendaraan.

Yang perlu diperhatikan adalah keselamatan saat menuju ke lokasi, apalagi bagi pengendara sepeda motor jika tidak berhati-hati akan kesenggol kontainer dan truk besar pengangkut batu karena jalannya sedikit licin karena banyak terdapat pasir dengan tekstur jalan berkelok-kelok.

Posisi Gua Pawon berada di sebelah kanan dari arah Bandung. Terdapat gapura besar bertuliskan "Gua Pawon" sebagai petunjuk arah menuju situs purbakala itu.

Dari gapura itu, sekira 5 sampai 6km untuk sampai ke lokasi. Sama seperti jalan besar, jalan menuju Gua Pawon Anda akan menemui turunan, tanjakan, jalan berkerikil tajam dengan pemandangan pabrik di samping kiri dan kanannya. 


Jika Anda mengendarai mobil, tak perlu khawatir karena, aksesnya cukup bersahabat untuk kendaraan roda empat meski harus gajluk-gajlukan sepanjang jalan. Tiba di gerbang Gua Pawon terdapat area parkir yang luas, muat untuk puluhan kendaraan roda empat dan roda dua. 


Saya sarankan untuk tidak membawa makanan dan minuman ke lokasi, di samping bisa membuat kotor situs-pasti makanannya akan dibawa ke atas-serta mematikan usaha warga sekitar yang telah menyediakan kedai makan di bawah Gua Pawon. Hampir semua makanan tersedia di sana, dari makanan berat hingga makanan ringan. Jenis minumannya pun beragam, dari minuman kaleng, sampai racikan sendiri atau minuman khas Jawa Barat. 

Semoga kita yang berkunjung ke Gua Pawon mendapatkan ilmu pengetahuan baru seputar sejarah purbakala yang berada di Jawa Barat. Selain itu, bisa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa lantaran telah menciptakan keindahan alam yang begitu mengagumkan di Indonesia. 

Pelajarannya adalah agar kita dapat ikut menjaga dan melestarikan Gua Pawon dari tangan-tangan jahat. Kalau bukan kita siapa lagi?





1 komentar:

  1. Miris melihat kondisi gua yg semakin rusak karena kepentingan komersil...
    Apakah pemerintah desa setempat membiarkan kejadian seperti ini terus menerus?

    Dulu waktu saya KKN di Gunungkidul thn 2014, desa Blimbing temat sya bernaung ada 2 goawisata. Nah di situ pemerintah desanya menindak tegas bagi siapun yg hendak melakukan aktivitas penambangan kotoran kelelawar (guano). Bahkan para tetua ada setempat dan dinas pariwisata Gunungkidl membuat kesepakatan bahwa goa ini harus tak boleh tuk aktivitas komersil

    salam kenal :D

    BalasHapus